Jika tidak salah kutip, sejarah pernah mencatat Semarang sebagai kota terbesar di Asia Tenggara. Setidaknya bisa dibayangkan kota ini pernah punya peran penting pada masanya. Tidak mengherankan jika Semarang kental dengan bangunan peninggalan masa kolonial Belanda dalam berbagai skala. Namun begitu, sampai sekarang perhatian pada isu ini tidak menjadi kesadaran yang umum. Jika adapun, perhatian pada isu konservasi terbatas orientasinya pada bangunan atau kawasan yang dianggap penting semisal Lawang Sewu atau Kawasan Kota Lama. Padahal selain kondisi kontur kotanya, karakteristik kota Semarang yang kuat adalah banyaknya sebaran bangunan lama, besar atau kecil, penting atau dianggap tidak penting.
Ingatan akan sejarah dan ruang waktu kota itu menghilang seiring semakin banyaknya bangunan lama yang terbongkar. Beberapa usaha restoran nampak masih mempertahankan bangunan lama bekas rumah tinggal, karena dari luasan dan nilai komersialnya masih bisa setara. Tetapi tidak semua kebutuhan baru bersifat sama. Volume ruang yang jauh lebih besar serta hasrat untuk sebuah citra baru sangat lumrah terjadi. Hal inilah yang menjadi tantangan kota Semarang.
Demikian juga yang terjadi dengan kantor BHC ini. Bisnis yang berkembang membutuhkan tempat yang lebih besar dan citra baru yang kuat. Rencana semula adalah menyewa 4 ruko di jalan Gajah Mada selama 3 tahun. Sementara sebidang tanah dengan sebuah bangunan lama di jalan Mataram diproyeksikan menjadi kantor mereka yang berlantai banyak nantinya.
Kondisi bangunan lama sebelum renovasi |
Bangunan lama ini sebenarnya tidak istimewa. Permasalahannya bukan pada menilai istimewa atau tidak, melainkan pada ajakan menaruh perhatian bersama yang lebih berakar terhadap isu konservasi kota. Setiap warga punya peluang untuk ikut membentuk karakter kota. Anggap saja saya sedang mengulur waktu 3 tahun, sambil memberi pandangan bahwa membangun di sisa lahan masih memungkinkan
Bahas pelapis baru |
Kulit tambahan dari bahan sederhana membentuk citra baru yang berfungsi menghambat sinar matahari langsung |
Untuk itu perlu dipikirkan cara yang menarik perhatian pemilik yaitu soal perubahan citra. Sebuah strategi sederhana dengan menambahkan bahasa visual baru yang tidak melebihi harga sewa 4 ruko selama 3 tahun adalah tawarannya.
Kulit baru dan bangunan lama |
Bahasa visual yang baru, selain untuk penambahan ruangan baru, juga dipakai sebagai lapisan kedua bangunan lama. Lapisan ini bisa untuk menyembunyikan peralatan dan mengkondisikan pendinginan bangunan.
Ekspresi dari luar |
Meskipun rancangan ini adalah sebuah negosiasi arsitektur yang sangat ringkih posisinya, ada kepuasan lain yang besar yang didapat. Dengan hanya dua minggu merancang dan konstruksi 6 bulan, hasil yang didapat terasa jauh melebihi usaha yang dikeluarkan. Bahkan saya juga yakin jika dibandingkan dengan nilai sewa 4 ruko selama 3 tahun, harga konstruksi yang dikeluarkan untuk renovasi ini akan lebih rendah.
Difusi, pantulan dan efek transparan |
Beberapa waktu lalu, saya berkesempatan untuk mengunjunginya lagi. Nampak jelas bahwa mereka memang berkembang pesat dan memerlukan tempat baru. Alih-alih mengkawatirkan apakah bangunan lama ini masih akan terus dipakai atau tidak, lebih baik menikmati bahasa visual yang muncul akibat intervensi disain yang baru.
Kualitas cahaya ruang antara |
Area luar |
Arsitek : Adi Purnomo
Tim BHC : Moment Maryadi
No comments:
Post a Comment